Saturday, May 11, 2013

Pengusaha Top Indonesia #1

1. Michael Hartono dan Robert Budi Hartono
Owner Of 
BCA Group
Djarum Group
Polytron
WTC Mangga Dua
Salim Oleochemicals
Grand Indonesia Hotel
dll

Ternyata, banyak sekali orang Indonesia yang sukses dalam karir sehingga banyak orang dari seluruh dunia berdecak kagum terhadapnya. Salah seorang yang masuk ke dalam daftar orang terkaya didunia versi majalah Forbes adalah orang Indonesia. Beliau dikenal dengan nama Michael Hartono. Saat ini beliau berumur 72 tahun. Pria yang jago berbisnis ini berasal dari sebuh kota kecil di Jawa Tengah yang bernama Kudus. Beliau sudah berkecimpung dalam bisnis rokok dan perbankan selama puluhan tahun. Walaupun rokok masih menjadi hal yang diperdebatkan di Indonesia, tapi ternyata hal ini dapat memberikan kekayaan yang berlimpah kepada beliau. Michael Hartono adalah orang yang mampu membuat rokok menjadi sumber kekuatan ekonominya selain perbankan. Pria dengan 4 orang anak ini pemilik perusahaan rokok kretek yang terkenal di Indonesia. Nama rokok kretek yang terkenal itu adalah Djarum.
Karir beliau sebagai seorang pebisnis memang tidak selalu mulus. Kejadian buruk pun pernah dialaminya secara berturut-turur. Satu kejadian yang hampir membuatnya gulung tikar. Pada sekitar tahung 1960an, pabrik rokoknya terbakar habis. Lalu ayahnya yang telah mendirikan pabrik tersebut meninggal dunia. Bersama dengan adiknya, Robert Budi Hartono, beliau berusaha mempromosikan produk dari perusahaannya ke luar negeri. Sekarang, Djarum menjadi produk rokok yang diminati di Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan dirinya menjadi orang paling kaya di Indonesia dengan menghasilkan harta berlimpah yang berjumlah kurang lebih 14 miliar Dollar AS. Selain berbisnis rokok, beliau adalah seorang yang sangat berperan dalam bisnis perbankan. Beliau memiliki saham yang besar di Bank Central Asia. Beliau memiliki 51 persen saham disana. Perkembangan sektor perbankan tentu saja memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan saham mereka. Ada banyak lagi bisnis penting yang dipegang oleh beliau. Perkebunan sawit di daerah Kalimantan Barat adalah salah satu ladang investasinya. Dengan luas kebun sekitar 65.000 hektar, beliau pasti mampu meraup keuntungan yang sangat besar. Grand Indonesia pun adalah salah satu properti milik beliau.
Nama lengkap beliau adalah Michael Bambang Hartono. Bersama adiknya, Budi Hartono, beliau mampu mengumpulkan kekayaan yang berlebih dari bisnis rokok, perbankan dan properti. Pengelolaan yang baik oleh beliau menghasilkan keuntungan yang sangat besar sekali. Walaupun rokok adalah barang yang masih menjadi kontroversi di Indonesia, beliau masih bisa mencari celah lain untuk menghasilkan uang yang berlimpah. Ditambah lagi, Djarum bukanlah satu-satunya pemain di industri rokok Indonesia. Masih banyak sekali merek-merek ternama yang bersaing memperebutkan konsumen. Namun, hal ini tetap tidak menggoyahkan Djarum. Kekayaan yang beliau kumpulkan memang bukan saja berasal dari rokok. Ada beberapa bisnis lagi yang beliau lakukan agar beliau masih bisa menikmati kerja kerasnya sepanjang hidupnya.

Kegiatan di Pabrik Djarum



BCA Tower

Pabrik Polytron


2. Chairul Tanjung
Owner Of
Trans Group ( Properti , Media )
Para Group ( Bank Mega , Asuransi Mega , Para Multi Finance , dll )
Bandung Supermall
Carrefour
dll

Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962, dilahirkan di Jakarta dalam keluarga yang cukup berada. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Chairul berada dalam keluarga bersama enam saudara lainya. Ketika Tiba di zaman Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan tersebut memaksa orangtuanya menjual rumah dan berpindah tinggal di kamar losmen yang sempi

Dia merupakan adalah pengusaha asal Indonesia. Namanya dikenal luas sebagai usahawan sukses bersama perusahaan yang dipimpinnya, Para Group, Chairul telah memulai berbisnis ketika ia kuliah dari Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Sempat jatuh bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya. Perusahaan konglomerasi miliknya, Para Group menjadi sebuah perusahaan bisnis membawahi beberapa perusahaan lain seperti Trans TV dan Bank Mega 

Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Boedi Oetomo pada 1981, Chairul masuk JurusanKedokteran Gigi Universitas Indonesia (lulus 1987). Ketika kuliah inilah ia mulai masuk dunia bisnis. Dan ketika kuliah juga, ia mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat Nasional 1984-1985. Demi memenuhi kebutuhan kuliah, Ia mulai berbisnis dari awal yakni berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan lainnya di kampusnya. Ia juga membuka usaha foto kopi di kampusnya. Chairul juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat, tetapi bangkrut.

Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT Pariarti Shindutama bersama tiga rekannya pada 1987. Bermodal awal Rp 150 juta dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor. Keberuntungan berpihak padanya, karena perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan 160 ribu pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi, karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, Chairul memilih pisah dan mendirikan usaha sendiri.

Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai pengusaha membuat bisnisnya semakin berkembang. Mengarahkan usahanya ke konglomerasi, Chairul mereposisikan dirinya ke tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Karman yang kini bernama Bank Mega. Ia menamakan perusahaan tersebut dengan Para Group. Perusahaan Konglomerasi ini mempunyai Para Inti Holdindo sebagai father holding company, yang membawahkan beberapa sub-holding, yakni Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti).

Di bawah grup Para, Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial antara lainAsuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega Tbk, Mega Capital Indonesia, Bank Mega Syariah dan Mega Finance. Sementara di
idang properti dan investasi, perusahaan tersebut membawahi Para Bandung propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah Investindo, Mega Indah Propertindo. Dan di bidang penyiaran dan multimedia, Para Group memiliki Trans TV, Trans 7, Mahagagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans Studio. Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana 99 miliar rupiah. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central Business District pada 1999. Sementara di bidang investasi, Pada awal 2010, Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp. membeli sebagian besar saham Carefour, yakni sejumlah 40 persen. Mengenai proses pembelian Carrefour, MoU (memorandum of understanding)pembelian saham Carrefour ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di Perancis.

Majalah ternama Forbes merilis daftar orang terkaya dunia 2010. Sebagai sebuah pencapaian, menurut majalah tersebut, Chairul Tanjung termasuk salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia. Forbes menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937 dunia dengan total kekayaan US$ 1 miliar.

Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan (network) adalah penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik diperlukan. Membangun relasi pun bukan hanya kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun. Bagi Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembang bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus (baca: sepi pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan. Bagi Chairul, bahkan berteman dengan petugas pengantar surat pun adalah penting. Dalam hal investasi, Chairul memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi, ini merupakan upaya perusahaan nasional Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Menurut Chairul, modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Baginya, kemauan dan kerja keras harus dimiliki seseorang yang ingin sukses berbisnis. Namun mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Baginya, membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring (networking) dalam menjalankan bisnis.

Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda bisnis sudah seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan sampai banyak yang mengambil jalan seketika (instant), karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar. Membangun integritas adalah penting bagi Chairul. Adalah manusiawi ketika berusaha,sesorang ingin segera mendapatkan hasilnya. Tidak semua hasil bisa diterima secara langsung.

Bandung Supermal

Trans Tv & Trans 7 

Trans Studio


Salah satu gerai Carrefour


3. Erick Thohir
Owner Of
TV One
VivaNews
REPUBLIKA
Team NBA Philadelphia 76ers
D.C United
Satria Muda Jakarta
Resto Hanamasa
Resto Pronto

Urusan bisnis ia berani menghadapi risiko besar. Namun, mengenai investasi pribadi tunggu dulu. Itulah profil risiko Erick Thohir. Di satu sisi sebagai pengusaha muda ia cukup berani menggeluti bisnis media dengan agresif,  padahal banyak perusahaan media lain yang gulung tikar. Di lain pihak, ia sangat konservatif dalam membiakkan investasi personalnya..

Sekalipun konservatif dalam mengelola investasi pribadinya, Erick cukup kreatif dengan menyebar ke beberapa ladang investasi yang dianggapnya aman. Setidak-tidaknya ia telah menjalankan resep pengembangan kolom aset dari Robert T. Kiyosaki.   Bunyinya, ?Sekali uang masuk ke dalam kolom aset Anda, maka uang itu akan menjadi pekerja yang bekerja untuk Anda. Uang itu akan bekerja 24 jam sehari dari generasi ke generasi. Kerjakan tugas atau profesi Anda dengan baik, tapi jangan lupa kembangkan terus kolom aset Anda.?

Bagaimana peta kolom aset pribadi Erick?  Dari tahun ke tahun CEO Grup Abdi Bangsa itu terus mengembangkannya. Mula-mula lelaki kelahiran Jakarta, 30 Mei 1970 itu hanya mengenal simpanan di bank. Namun, setelah menempuh pendidikan master di Universitas National, Kalifornia, ia mulai coba-coba instrumen yang agak riskan, yakni saham dan reksa dana. Berikutnya, menjajaki investasi lukisan dan sektor riil, terutama bisnis restoran.

Lebih ringkasnya, Erick merangkum portofolio individunya dalam empat kategori. Pertama, 40% di sektor riil. Kedua, 25% di reksa dana dan saham. Ketiga, lukisan dengan porsi 25%. Keempat, 10% ditempatkan di bank dalam bentuk tabungan atau deposito.

Bukan secara kebetulan bila Erick memilih usaha restoran sebagai wahana pengembangan investasi sektor riil. Baginya, bisnis resto banyak tantangannya, baik manajemen maupun inovasi produk. Pertimbangannya, karena dalam kondisi apa pun orang butuh makan, termasuk pada saat krismon. ?Apalagi di sektor riil ini kami juga menyerap banyak tenaga kerja,? ungkap bos dari 1.325 karyawan itu.

Tidak sembarang jenis resto dimasuki Erick. Ia memilih mengembangkan resto dengan konsep restoran keluarga, menu yang disajikan unik dan membidik segmen pasar  kelas B (menengah). Sampai saat ini, ada tiga resto yang masuk genggamannya. Diawali tahun 1987 dengan melanjutkan pengelolaan resto Hanamasa milik keluarganya. Waktu itu Hanamasa hanya memiliki tiga gerai, tapi di tangan Erick mampu berbiak menjadi 18 gerai tersebar di  Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Bogor.

Setelah masakan Jepang, Erick merambah  resto Italia lewat Pronto Restaurant. Lantaran masih anyar, resto dengan konsep makan sepuasnya ini baru ada satu gerai di Pondok Indah. Tidak puas hanya dua resto, selanjutnya ia mengembangkan kafe khusus teh dengan nama Taste Tea di Kelapa Gading.

Sektor keuangan juga dilirik Erick sebagai sarana menggelembungkan pundi-pundinya. Di sini ia menaruh 25% duitnya dalam bentuk saham dan reksa dana. Ia sengaja menggabungkan alokasi saham dan reksa dana, karena ada persamaan sejarah saat mengawali investasi di instrumen ini. Ia bercerita, tiga tahun lalu ditawari produk investasi oleh temannya yang bekerja di Merrill Lynch, Amerika Serikat. Jenis instrumennya reksa dana dalam konversi beberapa valuta asing dan saham yang listed di New York Stock Exchange.Waktu itu kebanyakan valas yang dipilih Erick adalah euro karena mengikuti tren.  Namun, untuk investasi di reksa dana kini ia sudah melakukan perubahan dengan membeli beberapa produk dari fund manager lokal dan asing yang ada di Indonesia.

Rupanya tidak hanya reksa dana lokal yang dipilih Erick. Saham yang ditransaksikan di Bursa Efek Jakarta pun tak dia lewatkan. Strateginya bermain saham: melihat fundamental emiten, visi perusahaan dan konsistensi dari corporate action. Dikatakan Erick, dari penilaian itu akan kelihatan kinerja perusahaan dan pada gilirannya harga saham akan bagus. Tentu saja saham-saham blue chipsyang memenuhi kriteria itu.

Hobi menikmati lukisan juga ia manfaatkan sebagai investasi. Selain mengoleksi sejumlah lukisan yang ia sukai, sebagian lukisan miliknya yang lain dijual untuk mendapatkan keuntungan. Ia mengaku jatuh hati pada lukisan sejak tujuh tahun lalu. Erick cuma beli lukisan karya pelukis yang sudah punya nama agar aman. Ia tidak ingin ikut-ikutan membeli lukisan dari pelukis muda yang terus dibina untuk mendapatkan keuntungan tinggi. Adapun karya lukis yang dibeli umumnya dari hasil goresan Basuki Abdullah, Affandi, Dullah, Li Mang Fung, Sri Hadi dan Trubus. ?Memang untuk pelukis terkenal harga lonjakannya tidak sebesar pelukis muda, tapi aman. Sebaliknya, karya pelukis muda cukup spekulatif untuk dijadikan ajang investasi,? papar suami Elizabeth T.  ini.

Berapa lama lukisan ditahan? ?Tergantung,? katanya. Kalau sekarang ada 40 lukisan yang disimpan, boleh dikata yang benar-benar digandrungi 25%. Ini yang tidak dijual kembali. Sementara itu, sisanya yang 75% akan dilepas lagi dalam tempo 1-2 tahun ke depan. Untuk menjual kembali tidak sukar, lantaran telah terbentuk komunitasnya. ?Dibanding hobi lain, seperti jam tangan mewah, perhiasan atau mobil, lukisan lebih oke,? kata ayah empat anak ini.

Berdasarkan pengalaman Erick investasi lukisan membukukan return menarik. Ia mencontohkan lukisan Affandi dibeli pada 1999 seharga Rp 135 juta, di tahun 2004 sudah ditawar Rp 500 juta. Mengapa mahal? ?Ini ditentukan oleh komunitas lukisan sendiri,? ujarnya sembari membandingkan karya Basuki Abdullah saat ini masih stagnan. Ada pula lukisan yang dulu dibeli seharga Rp 25 juta, sekarang menjadi Rp 40 juta.  ?Selama ini kalau ingin cepat jual kembali lukisan untungnya Rp 20-30 juta dalam tempo setahun, sedangkan harga belinya Rp 80?200 juta,? ia menjelaskan. Di atas harga Rp 200 juta, potensi keuntungan lebih besar, tapi peluangnya jarang terjadi. Kalau dihitung frekuensi jual-beli lukisan Erick tidak banyak, tidak lebih dari dua kali dalam setahun.

Di balik gambaran return gede dari investasi lukisan, tentu ada dukanya, meski Erick tak menyebut itu sebagai kerugian. Lukisan karya Trubus umpamanya. Kala itu ia membeli agak kemahalan dan ada goresan di bagian tangan ? dianggap  kurator tidak perfeksionis. Jadi, harganya saat itu idealnya Rp 140 juta, tapi ia membeli di harga Rp 185 juta. Dan saat ini harga pasarannya ditaksir Rp 250 juta. ?Tapi, karena sudah dipegang lebih dari 6 tahun, jadi return-nya  tidak tinggi lagi,? ungkapnya.

Erick sungguh beruntung. Tidak hanya lukisan yang menjanjikan keuntungan besar. Investasi di Hanamasa dan Proton pun telah mencetak laba. Sementara itu, Taste Tea belum mencapai titik impas. Menurutnya, perlu waktu edukasi ke masyarakat sekitar tiga tahun agar aware terhadap resto jenis ini.

Demikian halnya investasi di saham dan reksa dana, telah dipetik return-nya. Walaupun capital gainstidak signifikan, Erick merasa puas. Misalnya beli saham BRI saat IPO Rp 875 dan dijual lagi pada Rp 1.000. ?Kiat saya menekan loss adalah tidak serakah. Harga saham naik Rp 50 pun cukup daripada menunggu Rp 200 tapi lama, bahkan bisa turun harganya,? Erick menguraikan. Sementara itu, yieldreksa dana yang dibelinya rata-rata di atas bunga deposito.

Dengan sikapnya yang prudent dan jenis investasi cenderung konvensional, Erick tak banyak menghadapi risiko besar. ?Rugi besar itu paling-paling pas beli saham di AS karena harganya jatuh hingga 40%,? ia mengenang. Dari situ ia menarik pelajaran berharga: harus mampu mengukur diri dan mengikuti perkembangan instrumen investasi itu sendiri.

Pembelian D.C United

VivaNews office

Restoran Hanamasa

Pemilik Philadelphia 76ers